Senin, 26 Maret 2012

TUJUAN DAN FUNGSI KONSELING AGAMA
Pemberian bantuan psikologis berupa konseling agama dapat disebut sebagai kegiatan dakwah dengan obyek khusus, yaitu orang perorang yang bermasalah. Jika dakwah bertujuan mengubah tingkah laku manusia agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, maka pemberian konseling juga bertujuan sama. Secara teknis, tujuan konseling agama dapat dibagi menjadi dua, tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum Konseling Agama
Konseling agama bukanlah penyuluhan agama dalam artian penerangan agama seperti yang dilakukan juru penerang agama atau pegawai Departemen Agama di desa-desa, tetapi merupakan bimbingan dan penyuluhan (konseling) kehidupan secara umum dengan menggunakan pendekatan agama (Islam). Penerangan agama lebih merupakan penyampaian informasi kepada umum, sedangkan konseling agama merupakan pekerjaan yang sifatnya khusus berupa pemberian batuan psikologis dan ditujukan kepada orang-orang khusus pula, yaitu orang yang bermasalah.

Tujuan umum dari konseling agama ialah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian mengambil keputusan untuk melakukan seuatu perbuatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhiratnya.
Target pertama dari konseling agama ialah membantu klien agar ia mengetahui siapa dirinya, apa posisinya dan bagaimana kapasitasnya sendiri. Perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang biasanya karena ketika itu ia mengalami alienansi, atau keterasingan diri, tidak jelas siapa dirinya, dan apa posisinya diantara orang lain (orang tua, anak, murid, guru, atasan, bawahan, kekasih dsb). Demikian juga orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan tidak mau menjalankan ibadah adalah juga orang yang ketika itu tidak tahu siapa dirinya dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah.

Oleh karena itu maka ia tidak merasa harus taat kepada (Tuhan) yang dia tidak mengenalnya, apa lagi untuk mensyukuri terhadap apa yang dia sendiri tidak merasa diberi apa-apa oleh entah siapa. Dalam hal ini rasul pernah bersabda yang artinya barang siapa mengenal dirinya pasti ia mengenal siapa Tuhannya.
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa setiap kali menjumpai suatu rangsang terhadap realita, maka ia merespond, menangkap, mengolah dan menyimpan dalam memorinya sebelum bereaksi. Dalam proses pengolahan persepsi sampai menjadi informasi, banyak hal mempengaruhinya dari faktor biologis, sosiologis sampai pada masalah ruhaniah yang melingkupinya. Oleh karena itu seseorang mungkin tepat persepsinya terhadap sesuatu, tetapi orang lain mungkin bisa keliru persepsi karena perbedaan hal yang mempengaruhinya.

Ada sebagian orang yang karena beratnya beban psikologis, menjadi kurang peka perasaannya, kurang cermat pengamatannya, dan kurang jelas orientasinya. Dalam keadaan tertentu, seseorang terkadang merasa dirinya kurang wajar, sehingga ia juga tidak wajar jika berasama dengan orang lain yang tampaknya tak wajar. Dalam kondisi kejiwaan seperti itu seseorang akan sulit mengambil keputusan dengan pertimbangan yang jernih. Ia tidak bisa memutuskan sesuatu, dan bahkan ia tidak tahu apa yang ia inginkan.

Orang dalam kondisi kejiwaan seperti itu biasanya kurang menyadari posisinya, bahwa ia misalnya adalah seorang ayah dimana anak-anaknya sangat menyayangi dan membutuhkan, atau sebagian orang pandai yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh orang-orang sekelilingnya. Perasaan disayangi, dihormati, dan dibutuhkan biasanya membuat hidup menjadi bermakna, maka akibat oran itu tidak tahu bahwa ia dibutuhkan dan dihormati (karena ia tidak menyadari posisinya), maka ia menjadi orang asing yang tak berdaya dan tak berkemauan. Keterasingan dari keluarganya, teman dekatnya dan dari masyarakatnya. Ia merasa tidak wajar, tidak berguna, tak berpengharapan, dan sudah barang tentu tak bahagia, meskipun sebenarnya ia memiliki banyak kemampuan dan banyak pula yang membutuhkan.

Tujuan Khusus Konseling Agama
Dari kasus-kasus klien seperti tersebut diatas, maka tujuan khusus konseling Agama adalah :
a) Untuk membantu klien agar tidak menghadapi masalah
b) Jika sudah terlanjur bermasalah, maka konseling dilakukan dengan tujuan membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi.
c) Kepada klien yang sudah berhasil disembuhkan, maka konseling agama bertujuab agar klien dapat memelihara kesegaran jiwanya dan bahkan dapat mengembangkan potensi dirinya supaya dirinya tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.

Fungsi Kegiatan Konseling Agama
Dilihat dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama, maka fungsi kegiatan ini bagi klien dapat dibagi menjadi empat tingkat.
a) Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif)
Konseling pada tingkat ini ditujukan kepada orang-orang yang diduga memiliki peluang untuk menderita gangguan kejiwaan (kelompok beresiko), misalnya orang-orang yang terlalu berat penghidupannya, orang-orang yang bekerja amat sibuk seperti mesin, orang-orang yang tersingkir atau teraniaya oleh sistem sosial, atau orang yang kapasitas jiwanya tidak sanggup menghadapi kehidupan modern, atau orang yang menghadapi keruwetan hidup. Kegiatan konseling yang bersifat preventif ini harus dilakukan secara aktif, terprogram dan bersistem. Konselor bukannya menunggu klien, tetapi merekalah yang harus mendatangi kelompok beresiko ini, seperti hisbah yang dilakukan oleh para muhtasib pada zaman Umar bin al Khattab. Program kegiatan semacam pengajian, kunjungan sosial, olah raga, kerja bakti sosial dapat juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan.

b) Konseling sebagai langkah kuratif atau korektif
Konseling dalam fungsi ini sifatnya memberi bantuan kepada individu klien memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini informasi perlu disebarkan kepada masyarakat luas bahwa konselor A atau bahwa lembaga Klinik konsultasi Agama tertentu dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk konseling agama. Diinformasikan bahwa konseling agama dapat membantu memecahkan masalah kejiwaan yang dihadapi orang. Informasi ini dapat disebar luaskan melalului media komunikasi, atau melalui masjid, majlis taklim dsb.

c) Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif)
Konseling ini membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam club yang anggotanya para klien atau ex klien dengan menawarkan program-program yangterjadwal, misalnya ceramah-ceramah keagamaan atau keilmuan, program aksi social untuk kelompok, masyarakat tidak mampu, misalnya secara aktif menghimpun dana bagi pasien tak mampu di rumah sakit, panti asuhan, atau panti jompo, atau menawarkan program produktif berupa penghimpunan dana bagi beasiswa mahasiswa berprestasi tapi tidak mampu, atau menawarkan program wisata ziarah. Di Jakarta lembaga yang sudah melaksanakan fungsi ini adalah Lembaga Pendidikan Kesehatan Jiwa (LPKJ) Bina Amaliah yang didirikan oleh Dr. Zakiah Darajat.

d) Fungsi pengembangan (developmental)
Konseling dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebik baik. Konseling dalam fungsi ini dapat dilakukan dengan mendirikan semacam club, dengan penekanan pada program yang terarah, yang melibatkan anggota, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembangan. Klien yang sudah sehat dapat diajak untuk menjadi pengurus dari lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan social, pendidikan, dan keagamaan. Dengan aktif sebagai pengurus, maka ia bukan hanya menyembuhkan diri sendiri tetapi bahkan menyembuhkan orang lain yang belum sembuh.

Sistematika Terapi Psikologis Dalam Konseling Agama
Seseorang klien yang semula mengidap alienasi atau keterasingan diri sehingga ia tidak berani mengambil suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan dan bahkan tidak tahu lagi apa sebenarnya yang diinginkan, dapat dibantu memecahkan persoalannya dengan langkah-langkah sbb:
a. Diajak memahami realita apa sebenarnya yang sedang dihadapi, misalnya tentang ditinggal keluarga, dicerai suami, kehilangan jabatan, kehilangan harta, kehilangan kekasih, sakit yang berkepanjangan, dizalimi orang yang selama ini dibantu dsb., bahwa realita itu adalah benar-benar realita yang harus dihadapi, dan harus diterima, suka atau tidak suka karena itu memang realita.

b. Diajak mengenali kembali siapa sebenarnya dia itu, apa posisinya dan apa kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Misalnya ia harus diingatkan bahwa ia adalah seorang ayah dari sejumlah anak-anak yang membutuhkan kehadirannya, bahwa anak-anak semuanya merindukan dan menyayanginya. Atau misalnya didasarkan bahwa kepandaian yang dimilikinya itu bisa diajarkan kepada orang lain, dan sebenarnya banyak yang membutuhkan dirinya, atau bahwa ia adalah manusia yang sebagai hamba Allah tak bisa mengelak dari kehendak Nya, dan bahwa apa yang dialaminya itu merupakan kehendak Allah yang kita belum tahu apa makna dan hikmahnya.

c. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung disekitarnya, bahwa ada perubahan-perubahan yang sedang berlangsung, misalnya, perubahan nilai-nilai social, perubahan struktur ekonomi masyarakat, perubahan zaman dsb, dan bahwa perubahan itu merupakan sunatullah yang tidak bisa ditolak, tetapi yang penting bagaimana mensikapi dan mengantisipasinya.

d. Diajak menyakini bahwa Than itu Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang, dan bahwa semua manusia diberi peluang untuk bertaubat dan mendekat kepada Nya. Bahwa ridla Allah adalah tujuan utama dari hidup manusia, bahwa tuhan selalu mendengar doa hamba-hamba Nya, bahwa sifat dengki, iri hati, putus asa adalah tercela dan hanya merugikan diri sendiri, juga bahwa ibadah shalat, puasa, tadarus al Qur’an, haji, bersedekah, membantu orang lain dsb, dapat membantu jiwa menjadi tenteram dan bahwa membuat kemudian salah itu lebih baik dari pada tidak berbuat karena takut salah, dan bahwa niat baik akan mendorong orang berbuat baik.

Senin, 12 Maret 2012

analisis transaksional


PENDEKATAN ANALISIS TRANSAKSIONAL

A.     PENDEKATAN DAN TOKOH

Analisis transaksional memandang bahwa manusia sebenarnya adalah semuanya OK, yang berarti bahwa manusia perilakunya mempunyai dasar yang menyenangkan dan mempunyai potensi serta keinginan untuk mengaktualisasikan diri
Eric Berne lahir 10 Mei 1910 di Montreal, Quebec, Kanada, Leonard Bernstein, anak Daud Hiller Bernstein, MD, seorang dokter umum, dan Sarah Gordon Bernstein, seorang penulis profesional dan editor.Satu-satunya saudara, Grace adiknya, lahir lima tahun kemudian.Keluarga berimigrasi ke Kanada dari Polandia dan Rusia. Kedua orang tua lulus dari McGill University, dan Eric, yang dekat dengan ayahnya, berbicara sayang tentang bagaimana dia menemani ayahnya, seorang dokter, pada putaran medis. Dr Bernstein meninggal karena tuberkulosis pada usia 38. Mrs Bernstein kemudian didukung dirinya dan kedua anaknya bekerja sebagai editor dan penulis. Dia mendorong Eric untuk mengikuti jejak ayahnya dan obat-obatan studi. Dia menerima MD dan CM (Master of Bedah) dari McGill University Medical School pada tahun 1935.

B.      KONSEP DASAR

1.      Menganggap segala sesuatu yang terjadi pada diri individu adalah baik-baik saja
2.      Memunculkan manifestasi  dan pola perilaku dalam transaksi antara konselor dan klien
3.      Menentukan peran dan karakteristik ego setiap orang dan memastikan informasi diri dalam transaksi itu. Analisis transaksional adalah suatu system terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah; orang tua, orang dewasa dan anak.
4.      Scenario scenario kehidupan dan posisi psikologi dasar. Adalah ajaran ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan putusan awal yang dibuat oleh kita sebgai anak dewasa.
5.       Kebutuhan manusia akan belaian. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional.

C.      ASUMSI PERILAKU BERMASALAH

Menolak konsep adanya sakit mental pada setiap manusia. Perilaku bermasalah hakekatnya terbentuk karena adanya rasa tidak bertanggung jawab terhadap keputusannya.

D.     TUJUAN KONSELING
1.      Membantu klien agar dapat mengatur egostatenya agar berfungsi pada saat yang tepat
2.      Klien dapat mengkaji keputusan yang dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran
3.      Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
4.      Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5.      Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6.      Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar. Untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.


E.      PERAN KONSELOR
1.       Konselor berperan sebagai guru, pelatih dan narasumber
2.       Sebagai guru, konselor menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional analisis skenario, dan analisis permainan
3.       Sebagai pelatih, konselor mendorong dan mengajari agar klien mempercayai ego dewasanya sendiri.
4.       Membantu klien dalam hal menemukan kondisi masa lalu yg tdk menguntungkan
5.      Menolong klien mendptkan perangkat yg diperlukan untuk mendptkan perubahan
6.       Tugas kunci konselor adalah menolong klien untuk menemukan kekuatan internal guna mengambil keputusan yg cocok


F.       DESKRIPSI PROSES KONSELING

AT bertujuan membantu Klien mengembangkan status egonya sehingga dapat berfungsi lebih baik dengan cara menganalisa transaksi yang dilakukannya. Proses Konseling dalam AT ini dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya.
Sehingga Klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skiptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya..
Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:

1. Salling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan
panjang umur     berada            diluar  jangkauan       kompetisiterapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifatlegal.
4. Konpensasi
yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan      waktu  dan      kemampuannya.

Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian terapist bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.


G.     TEKNIK KONSELING

Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.
1.      Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2.      Analisis transaksional
Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien.
3.      Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.
4.      Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.


H.     KELEBIHAN DAN KETERBATASAN

·        KELEBIHAN
Dengan melihat Konsepsi, penekanan, pelaksanaan serta penerimaan pada klien, maka ada beberapa kebaikan dari AT:
a.       Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia. Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah, tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik, bila kemauannya dapat tumbuh. Karena itu AT lebih Optimis dan realistis memandang manusia.Bila kita bandingkan dengan Psikoanalisa, Freud, AT nampak selangkah lebih maju. Psikoanalisis memandang manusia deterministik.
Perilaku manusia bagaikan suatu rotasi dari pengalaman masa kecil, kendatipun pengalaman masa kecil itu tak diingatnya lagi (Unconscious). AT tidak menolak adanya pengaruh masa kecil ini. Konsepnya tentang skript kehidupan mengakui adanya kontribusi pengalaman masa kecil atas kehidupan sekarang. Tapi karena manusia punya kehendak dan kemauan untuk bebas, “pengalaman itu dapat dirubah “ (Shertzer & Stone, 1982, 237).
Skript kehidupan manusia diakui AT bersisi dua, ada yang negatif dan ada yang  dengan nilai-nilai yang diterimanya dari orang tuanya atau interaksinya dengan lingkungan. Karena skrip itu mempengaruhi seseorang untuk mengambil kesimpulan, maka keputusan orang itu dapat Oke atau Tidak Oke terhadap diri dan lingkungannya. Hal ini juga lebih realitis dari konsep Rogers yang memandang manusia baik, rasional dapat dipercaya, dapat mengubah dirinya lebih baik atau dapat merealisasikan dirinya menjadi makhluk Insanul Kamil.
b.      Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini. Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan pilihannya. Untuk mengatasi masalah klien itu, AT berusaha membangkitkan kemauan dan kemampuan orang dengan melakukan analisis interaksinya dengan orang lain. Hal ini dimulai dengan mennganalisis interaksinya dengan terapist. Analisis seperti di atas, analisis interaksi klien dengan terapist atau orang lain, adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).
Metoda analisis struktur, status ego dengan egogram, analisis permainan semuanya merupakan analisis terhadap perilaku yang di tampilkan klien pada saat ini, di sini di hadapan konselor. Kalau analisis itu (struktur, ego state, dan mainan) tidak mencapai hasil baru AT menggunakan analisis skrip, yang orientasinya pada masa lalu. Alternatif ini dipergunakan AT sebagai cara terakhir, bila analisis sebelumnya gagal merenggut hasil
c.       Mudah Diobservasi.Banyak teori yang lahir dibelakang labor ilmiah, tak terkecuali untuk teori-teori Psikologi. Pada umumnya teori yang muncul dari laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia penemunya.
Berbeda dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi manusia.Status ego Berne jauh lebih observable dari teori Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego, yang hanya dapat dijadikan konstruk pikiran kita atas perilaku seseorang. Lain dengan Ego Orang tua, Dewasa dan Anak, dia dapat diamati secara jelas tanpa menggunakan laboratorium. Begitu juga dengan sikap dasar manusia yang memilah manusia atas 4 posisi (saya tidak oke-kamu yang oke, saya dan kamu tidak oke, saya oke-kamu tidak oke, dan saya dan kamu oke) yang dikembangkan Harris, jauh lebih maju dari konsep karen Horney yang hanya mengemukakan 3 disposisi manusia. Helpless (minta pertolongan), hostility (menyerang) dan issolation (mengasingkan diri) (Bischof, 1970, 212).
Horney membagi 3 disposisi ini dari sudut orang lain. Helpless, punya arah gerak kepada orang lain (Moving toward people). Menyerang merupakan arah menentang orang lain (moving againts people), sedangkan isolasi punya arah melarikan diri dari orang lain (moving away from people).Sedangkan Harris membagi sikap dasar manusia itu atas dasar pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain. Karena itu, konsep ini lebih maju dari Horney yang hanya melihat dari orang lain saja, pandangan terhadap diri sendiri juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain.
d.      Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Fokus AT terpusat pada cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi, cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Analisis terhadap interaksi klien pada ruangan konseling, memberi kesempatan kepada klien untuk memperbaiki cara interaksinya dan komunikasinya baik di dalam ruangan Konseling. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi, atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak dimilliki oleh pendekatan lainnya.
·         Kelemahan  
Disamping decak kagum orang atas ajaran Berne ini, yang telah berhasil merekrut teori-teori komunikasi kelapangan psikologi, bukanlah berarti teori ini tidak punya kelemahan, banyak kritik dilontarkan pada AT, diantaranya :
a.       Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak secara realistis, sebagai orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.


b.      Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego.
Apakah ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kesalahan atau perbedaan dalam menafsirkan status ego ini telah dibuktikan oleh Thomson dalam Dusay (Corsini, 1984) yang telah merekam suatu wawancara konseling, kemudian kepada konselor dan calon konselor AT disuruh menganalisis wawancara itu dari 3 macam status ego. Hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan penafsiran diantara konselor dan calon konselor tadi.
Di pihak lain error dari pihak klien mungkin pula muncul kepermukaan. Secepat ia memasuki ruangan konseling secepat itu pula terjad perubahan pola komunikasinya. Interaksinya diluar ruangan konseling tidak sama dengan didalam ruangan konseling. Bisa diluar lebih baik dengan menampilkan status ego dewasa, tapi di dalam ruangan konseling lebih banyak menampilakn status ego Anak-anak.
Latar belakang kebudayaan serta bahasa sangat mempengaruhi pemahaman mengenai status ego ini. Karena itu analisis terhadap status ego ini bila antara konselor dengan klien punya latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama. Dan adalah sangat sulit terciptanya penafsiran yang sama pada masyarakat yang punya strata sosial berbeda, paternalis dsb. Perbedaan dalam memahami status ego ini, menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.

c.       Kurang Petunjuk Mengenai Tingkah laku Konselor
Bagi orang yang ingin mempraktikkan AT ini perlu petunjuk bagaimana menganalisis transaksi itu secara tepat dan hemat. Termasuk persoalan bentuk-bentuk responsnya, dan konten dari ungkapan klien. Mungkin di atas telah disebutkan adanya analisis struktur, permainan, Skrip dengan penggunaan beberapa teknik, namun teknik mana yang dipakai dalam menganalisis itu tidak / belum dikembangkan secara khusus dalam teori AT ini. Karena belum adanya petunjuk khusus ini, orang menganggap AT kurang terinci, karena tidak ada petunjukanya

I.        CONTOH PENERAPAN

Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.
Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.
Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).
Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.

Pengertian Bimbingan dan Konseling

1. Definisi Bimbingan

Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

2. Definisi Konseling

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.