Selasa, 08 Mei 2012
http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/19310532/BukuAjarICTdlmBKThn2012.pdf
http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/19310532/BukuAjarICTdlmBKThn2012.pdf
Jumat, 04 Mei 2012
http://www.ziddu.com/finished.php?uid=fihfkie%60fajbgh&fname=BukuAjarICTdlmBKThn2012.pdf&sub=done&lan=english
http://www.ziddu.com/finished.php?uid=fihfkie%60fajbgh&fname=BukuAjarICTdlmBKThn2012.pdf&sub=done&lan=english
Senin, 26 Maret 2012
TUJUAN DAN FUNGSI KONSELING AGAMA
Pemberian
bantuan psikologis berupa konseling agama dapat disebut sebagai
kegiatan dakwah dengan obyek khusus, yaitu orang perorang yang
bermasalah. Jika dakwah bertujuan mengubah tingkah laku manusia agar
mereka memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, maka pemberian konseling
juga bertujuan sama. Secara teknis, tujuan konseling agama dapat dibagi
menjadi dua, tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan Umum Konseling Agama
Konseling agama bukanlah penyuluhan agama dalam artian penerangan agama seperti yang dilakukan juru penerang agama atau pegawai Departemen Agama di desa-desa, tetapi merupakan bimbingan dan penyuluhan (konseling) kehidupan secara umum dengan menggunakan pendekatan agama (Islam). Penerangan agama lebih merupakan penyampaian informasi kepada umum, sedangkan konseling agama merupakan pekerjaan yang sifatnya khusus berupa pemberian batuan psikologis dan ditujukan kepada orang-orang khusus pula, yaitu orang yang bermasalah.
Tujuan umum dari konseling agama ialah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian mengambil keputusan untuk melakukan seuatu perbuatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhiratnya.
Target pertama dari konseling agama ialah membantu klien agar ia mengetahui siapa dirinya, apa posisinya dan bagaimana kapasitasnya sendiri. Perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang biasanya karena ketika itu ia mengalami alienansi, atau keterasingan diri, tidak jelas siapa dirinya, dan apa posisinya diantara orang lain (orang tua, anak, murid, guru, atasan, bawahan, kekasih dsb). Demikian juga orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan tidak mau menjalankan ibadah adalah juga orang yang ketika itu tidak tahu siapa dirinya dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah.
Oleh karena itu maka ia tidak merasa harus taat kepada (Tuhan) yang dia tidak mengenalnya, apa lagi untuk mensyukuri terhadap apa yang dia sendiri tidak merasa diberi apa-apa oleh entah siapa. Dalam hal ini rasul pernah bersabda yang artinya barang siapa mengenal dirinya pasti ia mengenal siapa Tuhannya.
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa setiap kali menjumpai suatu rangsang terhadap realita, maka ia merespond, menangkap, mengolah dan menyimpan dalam memorinya sebelum bereaksi. Dalam proses pengolahan persepsi sampai menjadi informasi, banyak hal mempengaruhinya dari faktor biologis, sosiologis sampai pada masalah ruhaniah yang melingkupinya. Oleh karena itu seseorang mungkin tepat persepsinya terhadap sesuatu, tetapi orang lain mungkin bisa keliru persepsi karena perbedaan hal yang mempengaruhinya.
Ada sebagian orang yang karena beratnya beban psikologis, menjadi kurang peka perasaannya, kurang cermat pengamatannya, dan kurang jelas orientasinya. Dalam keadaan tertentu, seseorang terkadang merasa dirinya kurang wajar, sehingga ia juga tidak wajar jika berasama dengan orang lain yang tampaknya tak wajar. Dalam kondisi kejiwaan seperti itu seseorang akan sulit mengambil keputusan dengan pertimbangan yang jernih. Ia tidak bisa memutuskan sesuatu, dan bahkan ia tidak tahu apa yang ia inginkan.
Orang dalam kondisi kejiwaan seperti itu biasanya kurang menyadari posisinya, bahwa ia misalnya adalah seorang ayah dimana anak-anaknya sangat menyayangi dan membutuhkan, atau sebagian orang pandai yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh orang-orang sekelilingnya. Perasaan disayangi, dihormati, dan dibutuhkan biasanya membuat hidup menjadi bermakna, maka akibat oran itu tidak tahu bahwa ia dibutuhkan dan dihormati (karena ia tidak menyadari posisinya), maka ia menjadi orang asing yang tak berdaya dan tak berkemauan. Keterasingan dari keluarganya, teman dekatnya dan dari masyarakatnya. Ia merasa tidak wajar, tidak berguna, tak berpengharapan, dan sudah barang tentu tak bahagia, meskipun sebenarnya ia memiliki banyak kemampuan dan banyak pula yang membutuhkan.
Tujuan Khusus Konseling Agama
Dari kasus-kasus klien seperti tersebut diatas, maka tujuan khusus konseling Agama adalah :
a) Untuk membantu klien agar tidak menghadapi masalah
b) Jika sudah terlanjur bermasalah, maka konseling dilakukan dengan tujuan membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi.
c) Kepada klien yang sudah berhasil disembuhkan, maka konseling agama bertujuab agar klien dapat memelihara kesegaran jiwanya dan bahkan dapat mengembangkan potensi dirinya supaya dirinya tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Fungsi Kegiatan Konseling Agama
Dilihat dari beragamnya keadaan klien yang membutuhkan bantuan konseling agama, maka fungsi kegiatan ini bagi klien dapat dibagi menjadi empat tingkat.
a) Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif)
Konseling pada tingkat ini ditujukan kepada orang-orang yang diduga memiliki peluang untuk menderita gangguan kejiwaan (kelompok beresiko), misalnya orang-orang yang terlalu berat penghidupannya, orang-orang yang bekerja amat sibuk seperti mesin, orang-orang yang tersingkir atau teraniaya oleh sistem sosial, atau orang yang kapasitas jiwanya tidak sanggup menghadapi kehidupan modern, atau orang yang menghadapi keruwetan hidup. Kegiatan konseling yang bersifat preventif ini harus dilakukan secara aktif, terprogram dan bersistem. Konselor bukannya menunggu klien, tetapi merekalah yang harus mendatangi kelompok beresiko ini, seperti hisbah yang dilakukan oleh para muhtasib pada zaman Umar bin al Khattab. Program kegiatan semacam pengajian, kunjungan sosial, olah raga, kerja bakti sosial dapat juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan.
b) Konseling sebagai langkah kuratif atau korektif
Konseling dalam fungsi ini sifatnya memberi bantuan kepada individu klien memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini informasi perlu disebarkan kepada masyarakat luas bahwa konselor A atau bahwa lembaga Klinik konsultasi Agama tertentu dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk konseling agama. Diinformasikan bahwa konseling agama dapat membantu memecahkan masalah kejiwaan yang dihadapi orang. Informasi ini dapat disebar luaskan melalului media komunikasi, atau melalui masjid, majlis taklim dsb.
c) Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif)
Konseling ini membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam club yang anggotanya para klien atau ex klien dengan menawarkan program-program yangterjadwal, misalnya ceramah-ceramah keagamaan atau keilmuan, program aksi social untuk kelompok, masyarakat tidak mampu, misalnya secara aktif menghimpun dana bagi pasien tak mampu di rumah sakit, panti asuhan, atau panti jompo, atau menawarkan program produktif berupa penghimpunan dana bagi beasiswa mahasiswa berprestasi tapi tidak mampu, atau menawarkan program wisata ziarah. Di Jakarta lembaga yang sudah melaksanakan fungsi ini adalah Lembaga Pendidikan Kesehatan Jiwa (LPKJ) Bina Amaliah yang didirikan oleh Dr. Zakiah Darajat.
d) Fungsi pengembangan (developmental)
Konseling dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebik baik. Konseling dalam fungsi ini dapat dilakukan dengan mendirikan semacam club, dengan penekanan pada program yang terarah, yang melibatkan anggota, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembangan. Klien yang sudah sehat dapat diajak untuk menjadi pengurus dari lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan social, pendidikan, dan keagamaan. Dengan aktif sebagai pengurus, maka ia bukan hanya menyembuhkan diri sendiri tetapi bahkan menyembuhkan orang lain yang belum sembuh.
Sistematika Terapi Psikologis Dalam Konseling Agama
Seseorang klien yang semula mengidap alienasi atau keterasingan diri sehingga ia tidak berani mengambil suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan dan bahkan tidak tahu lagi apa sebenarnya yang diinginkan, dapat dibantu memecahkan persoalannya dengan langkah-langkah sbb:
a. Diajak memahami realita apa sebenarnya yang sedang dihadapi, misalnya tentang ditinggal keluarga, dicerai suami, kehilangan jabatan, kehilangan harta, kehilangan kekasih, sakit yang berkepanjangan, dizalimi orang yang selama ini dibantu dsb., bahwa realita itu adalah benar-benar realita yang harus dihadapi, dan harus diterima, suka atau tidak suka karena itu memang realita.
b. Diajak mengenali kembali siapa sebenarnya dia itu, apa posisinya dan apa kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Misalnya ia harus diingatkan bahwa ia adalah seorang ayah dari sejumlah anak-anak yang membutuhkan kehadirannya, bahwa anak-anak semuanya merindukan dan menyayanginya. Atau misalnya didasarkan bahwa kepandaian yang dimilikinya itu bisa diajarkan kepada orang lain, dan sebenarnya banyak yang membutuhkan dirinya, atau bahwa ia adalah manusia yang sebagai hamba Allah tak bisa mengelak dari kehendak Nya, dan bahwa apa yang dialaminya itu merupakan kehendak Allah yang kita belum tahu apa makna dan hikmahnya.
c. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung disekitarnya, bahwa ada perubahan-perubahan yang sedang berlangsung, misalnya, perubahan nilai-nilai social, perubahan struktur ekonomi masyarakat, perubahan zaman dsb, dan bahwa perubahan itu merupakan sunatullah yang tidak bisa ditolak, tetapi yang penting bagaimana mensikapi dan mengantisipasinya.
d. Diajak menyakini bahwa Than itu Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang, dan bahwa semua manusia diberi peluang untuk bertaubat dan mendekat kepada Nya. Bahwa ridla Allah adalah tujuan utama dari hidup manusia, bahwa tuhan selalu mendengar doa hamba-hamba Nya, bahwa sifat dengki, iri hati, putus asa adalah tercela dan hanya merugikan diri sendiri, juga bahwa ibadah shalat, puasa, tadarus al Qur’an, haji, bersedekah, membantu orang lain dsb, dapat membantu jiwa menjadi tenteram dan bahwa membuat kemudian salah itu lebih baik dari pada tidak berbuat karena takut salah, dan bahwa niat baik akan mendorong orang berbuat baik.
Senin, 12 Maret 2012
analisis transaksional
PENDEKATAN ANALISIS TRANSAKSIONAL
A. PENDEKATAN DAN TOKOH
Analisis transaksional
memandang bahwa manusia sebenarnya adalah semuanya OK, yang berarti bahwa
manusia perilakunya mempunyai dasar yang menyenangkan dan mempunyai potensi
serta keinginan untuk mengaktualisasikan diri
Eric Berne lahir 10 Mei 1910 di Montreal, Quebec, Kanada, Leonard Bernstein,
anak Daud Hiller Bernstein, MD, seorang dokter umum, dan Sarah Gordon
Bernstein, seorang penulis profesional dan editor.Satu-satunya saudara, Grace
adiknya, lahir lima tahun kemudian.Keluarga berimigrasi ke Kanada dari Polandia
dan Rusia. Kedua orang tua lulus dari McGill University, dan Eric, yang
dekat dengan ayahnya, berbicara sayang tentang bagaimana dia menemani ayahnya,
seorang dokter, pada putaran medis. Dr Bernstein meninggal karena tuberkulosis pada usia 38. Mrs
Bernstein kemudian didukung dirinya dan kedua anaknya bekerja sebagai editor
dan penulis. Dia mendorong Eric untuk mengikuti jejak ayahnya dan
obat-obatan studi. Dia menerima MD dan CM (Master of Bedah) dari McGill
University Medical School pada tahun 1935.
B. KONSEP DASAR
1.
Menganggap segala sesuatu yang
terjadi pada diri individu adalah baik-baik saja
2.
Memunculkan manifestasi dan pola perilaku dalam transaksi antara
konselor dan klien
3.
Menentukan peran dan
karakteristik ego setiap orang dan memastikan informasi diri dalam transaksi
itu.
Analisis transaksional adalah suatu system terapi yang berlandaskan teori
kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang
terpisah; orang tua, orang dewasa dan anak.
4.
Scenario scenario kehidupan dan posisi psikologi dasar. Adalah ajaran
ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan putusan awal yang dibuat oleh
kita sebgai anak dewasa.
5.
Kebutuhan manusia akan belaian.
Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang
berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional.
C. ASUMSI PERILAKU BERMASALAH
Menolak konsep adanya sakit mental pada setiap
manusia. Perilaku bermasalah hakekatnya terbentuk karena adanya rasa tidak
bertanggung jawab terhadap keputusannya.
D. TUJUAN KONSELING
1.
Membantu klien agar dapat
mengatur egostatenya agar berfungsi pada saat yang tepat
2.
Klien dapat mengkaji
keputusan yang dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran
3.
Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi
orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
4.
Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan
untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5.
Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat
tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6.
Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional
dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar. Untuk berlangsungnya
konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
E. PERAN KONSELOR
1.
Konselor berperan sebagai guru,
pelatih dan narasumber
2.
Sebagai guru, konselor
menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional
analisis skenario, dan analisis permainan
3.
Sebagai pelatih, konselor
mendorong dan mengajari agar klien mempercayai ego dewasanya sendiri.
4.
Membantu klien dalam hal
menemukan kondisi masa lalu yg tdk menguntungkan
5.
Menolong klien mendptkan
perangkat yg diperlukan untuk mendptkan perubahan
6.
Tugas kunci konselor adalah
menolong klien untuk menemukan kekuatan internal guna mengambil keputusan yg
cocok
F. DESKRIPSI PROSES KONSELING
AT bertujuan membantu Klien mengembangkan status
egonya sehingga dapat berfungsi lebih baik dengan cara menganalisa transaksi
yang dilakukannya. Proses Konseling dalam AT ini dilakukan bahwa setiap
transaksi dianalisis, Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan
untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya.
Sehingga Klien dapat menyeimbangkan Egogramnya,
mendefinisikan kembali skiptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games
yang dijalaninya..
Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:
1. Salling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan panjang umur berada diluar jangkauan kompetisiterapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifatlegal.
4. Konpensasi yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan waktu dan kemampuannya.
Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:
1. Salling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan panjang umur berada diluar jangkauan kompetisiterapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifatlegal.
4. Konpensasi yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan waktu dan kemampuannya.
Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian terapist bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.
G. TEKNIK KONSELING
Dalam
AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan
lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan
perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang
dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan
dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis
skript, dan analisis mainan.
1.
Analisis Struktur
Analisis
struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar
struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien
menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal,
terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien
tersebut.
Dengan
mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien.
Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya
rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka
klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2.
Analisis transaksional
Transaksi
antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego
keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau
stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien,
maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari
transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi
klien.
3.
Analisis Mainan
Analisis
mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan
konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering
mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan
kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada
kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat
yang banyak.
4.
Analisis Skript
Analisis
Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal
proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya
sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang
telah ditanamkan orang tuanya.
H. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN
·
KELEBIHAN
Dengan
melihat Konsepsi, penekanan, pelaksanaan serta penerimaan pada klien, maka ada
beberapa kebaikan dari AT:
a.
Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia. Seperti telah disebutkan
pada bab terdahulu, AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia
punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah,
tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik,
bila kemauannya dapat tumbuh. Karena itu AT lebih Optimis dan realistis
memandang manusia.Bila kita bandingkan dengan Psikoanalisa, Freud, AT nampak
selangkah lebih maju. Psikoanalisis memandang manusia deterministik.
Perilaku
manusia bagaikan suatu rotasi dari pengalaman masa kecil, kendatipun pengalaman
masa kecil itu tak diingatnya lagi (Unconscious). AT tidak menolak adanya
pengaruh masa kecil ini. Konsepnya tentang skript kehidupan mengakui adanya
kontribusi pengalaman masa kecil atas kehidupan sekarang. Tapi karena manusia
punya kehendak dan kemauan untuk bebas, “pengalaman itu dapat dirubah “
(Shertzer & Stone, 1982, 237).
Skript
kehidupan manusia diakui AT bersisi dua, ada yang negatif dan ada yang dengan nilai-nilai yang diterimanya dari
orang tuanya atau interaksinya dengan lingkungan. Karena skrip itu mempengaruhi
seseorang untuk mengambil kesimpulan, maka keputusan orang itu dapat Oke atau
Tidak Oke terhadap diri dan lingkungannya. Hal ini juga lebih realitis dari
konsep Rogers yang memandang manusia baik, rasional dapat dipercaya, dapat
mengubah dirinya lebih baik atau dapat merealisasikan dirinya menjadi makhluk
Insanul Kamil.
b.
Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini. Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi
masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan
pilihannya. Untuk mengatasi masalah klien itu, AT berusaha membangkitkan
kemauan dan kemampuan orang dengan melakukan analisis interaksinya dengan orang
lain. Hal ini dimulai dengan mennganalisis interaksinya dengan terapist.
Analisis seperti di atas, analisis interaksi klien dengan terapist atau orang
lain, adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).
Metoda
analisis struktur, status ego dengan egogram, analisis permainan semuanya
merupakan analisis terhadap perilaku yang di tampilkan klien pada saat ini, di
sini di hadapan konselor. Kalau analisis itu (struktur, ego state, dan mainan)
tidak mencapai hasil baru AT menggunakan analisis skrip, yang orientasinya pada
masa lalu. Alternatif ini dipergunakan AT sebagai cara terakhir, bila analisis
sebelumnya gagal merenggut hasil
c.
Mudah Diobservasi.Banyak teori yang lahir dibelakang labor ilmiah, tak
terkecuali untuk teori-teori Psikologi. Pada umumnya teori yang muncul dari
laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga
kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia
penemunya.
Berbeda
dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang
dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi
manusia.Status ego Berne jauh lebih observable dari teori Freud mengenai Id,
Ego dan Super Ego, yang hanya dapat dijadikan konstruk pikiran kita atas
perilaku seseorang. Lain dengan Ego Orang tua, Dewasa dan Anak, dia dapat
diamati secara jelas tanpa menggunakan laboratorium. Begitu juga dengan sikap
dasar manusia yang memilah manusia atas 4 posisi (saya tidak oke-kamu yang oke,
saya dan kamu tidak oke, saya oke-kamu tidak oke, dan saya dan kamu oke) yang
dikembangkan Harris, jauh lebih maju dari konsep karen Horney yang hanya
mengemukakan 3 disposisi manusia. Helpless (minta pertolongan), hostility
(menyerang) dan issolation (mengasingkan diri) (Bischof, 1970, 212).
Horney
membagi 3 disposisi ini dari sudut orang lain. Helpless, punya arah gerak
kepada orang lain (Moving toward people). Menyerang merupakan arah menentang
orang lain (moving againts people), sedangkan isolasi punya arah melarikan diri
dari orang lain (moving away from people).Sedangkan Harris membagi sikap dasar
manusia itu atas dasar pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain. Karena
itu, konsep ini lebih maju dari Horney yang hanya melihat dari orang lain saja,
pandangan terhadap diri sendiri juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain.
d.
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Fokus AT terpusat pada
cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi,
cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Analisis
terhadap interaksi klien pada ruangan konseling, memberi kesempatan kepada
klien untuk memperbaiki cara interaksinya dan komunikasinya baik di dalam
ruangan Konseling. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi,
atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif
terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak
dimilliki oleh pendekatan lainnya.
·
Kelemahan
Disamping
decak kagum orang atas ajaran Berne ini, yang telah berhasil merekrut
teori-teori komunikasi kelapangan psikologi, bukanlah berarti teori ini tidak
punya kelemahan, banyak kritik dilontarkan pada AT, diantaranya :
a.
Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT
mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara
status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak
secara realistis, sebagai orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.
b.
Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego.
Apakah
ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan
penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan
dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego
akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang
lainnya. Kesalahan atau perbedaan dalam menafsirkan status ego ini telah
dibuktikan oleh Thomson dalam Dusay (Corsini, 1984) yang telah merekam suatu
wawancara konseling, kemudian kepada konselor dan calon konselor AT disuruh
menganalisis wawancara itu dari 3 macam status ego. Hasilnya memperlihatkan
adanya perbedaan penafsiran diantara konselor dan calon konselor tadi.
Di
pihak lain error dari pihak klien mungkin pula muncul kepermukaan. Secepat ia
memasuki ruangan konseling secepat itu pula terjad perubahan pola
komunikasinya. Interaksinya diluar ruangan konseling tidak sama dengan didalam
ruangan konseling. Bisa diluar lebih baik dengan menampilkan status ego dewasa,
tapi di dalam ruangan konseling lebih banyak menampilakn status ego Anak-anak.
Latar
belakang kebudayaan serta bahasa sangat mempengaruhi pemahaman mengenai status
ego ini. Karena itu analisis terhadap status ego ini bila antara konselor
dengan klien punya latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama. Dan adalah
sangat sulit terciptanya penafsiran yang sama pada masyarakat yang punya strata
sosial berbeda, paternalis dsb. Perbedaan dalam memahami status ego ini,
menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.
c.
Kurang Petunjuk Mengenai Tingkah laku Konselor
Bagi
orang yang ingin mempraktikkan AT ini perlu petunjuk bagaimana menganalisis
transaksi itu secara tepat dan hemat. Termasuk persoalan bentuk-bentuk
responsnya, dan konten dari ungkapan klien. Mungkin di atas telah disebutkan
adanya analisis struktur, permainan, Skrip dengan penggunaan beberapa teknik,
namun teknik mana yang dipakai dalam menganalisis itu tidak / belum
dikembangkan secara khusus dalam teori AT ini. Karena belum adanya petunjuk
khusus ini, orang menganggap AT kurang terinci, karena tidak ada petunjukanya
I.
CONTOH PENERAPAN
Secara
rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita
rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati
langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral
dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah,
selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau
gurunya.
Lebih optimis lagi, bahwa
AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang
sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya.
Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa.
Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar
dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT
sebagai penyuluh kelompok di sekolah.
Kondisi
sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini,
justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau
transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state
dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan
Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua
dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena
itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa
(Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).
Kondisi
ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang
berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan
sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara
berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara
berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa
daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena
itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa
sama dengan masyarakat kita.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Definisi Bimbingan
Dalam
mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan
konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian,
pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa
bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan.
Menurut
Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan
kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu
mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami
lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang
lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti
(2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik
anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Sementara
Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya,
agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm
dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan
bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk
lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.
2. Definisi Konseling
Konseling
adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua
orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi
belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia
ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat
belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 :
101).
Jones (Insano, 2004 : 11)
menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara
seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya
bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang
melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien
memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya,
sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Langganan:
Postingan (Atom)